BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dunia bisnis sekarang,
terutama perdagangan saham yang terdapat di pasar modal, banyak sekali
aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh para investor untuk memperoleh
keuntungan (return). Ada
berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan di pasar
modal, diantaranya adalah informasi yang masuk ke dalam pasar modal tersebut (Puspitaningsih, 2006).
Informasi
memegang peranan penting terhadap transaksi perdagangan di pasar modal. Para
pelaku di pasar modal sangat membutuhkan setiap informasi yang dapat
mempengaruhi naik turunnya harga surat
berharga di pasar modal. Informasi berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh para investor untuk memilih portofolio investasi yang efisien.
Suatu
informasi memiliki makna bila informasi tersebut menyebabkan investor melakukan
transaksi di pasar modal yang akan tercermin dalam indikator atau karakteristik
pasar modal, seperti volume perdagangan dan harga saham. Di pasar modal banyak
sekali informasi yang dapat dimanfaatkan, salah satu informasi yang tersedia
yaitu pengumuman stock split atau pemecahan saham. Stock split adalah memecah selembar saham menjadi n lembar saham, harga perlembar saham baru setelah stock split adalah 1/n dari harga sebelumnya (Jogiyanto 2003).
Tingginya
harga saham akan mengurangi likuiditas saham karena investor kurang mampu
membeli saham tersebut. Salah satu cara yang dilakukan emiten untuk
mempertahankan agar sahamnya tetap berada dalam rentang perdagangan yang liquid sehingga daya beli investor
meningkat terutama untuk investor kecil adalah melakukan stock split. Peristiwa stock split merupakan satu kejadian ekonomi. Dampak dari stock split adalah menigkatnya nilai likuiditas saham karena jumlah
lembar sahamnya memiliki harga yang rendah, sehingga akan meningkatkan
permintaan akan saham tersebut (Suntoro dan Subekti 2003).
Menurut
Kurniawati (2003) apabila harga suatu saham terlalu tinggi, maka kemungkinan
saham tersebut dapat dibeli oleh masyarakat semakin kecil. Manajemen perusahaan
yakin bahwa apabila kepemilikan saham semakin luas, maka hubungan dengan masyarakat
lebih baik, sehingga adanya stock split dapat
mengurangi nilai pasar saham dan memiliki kemampuan menarik mayoritas investor
potensi.
Menurut
Suntoro dan Subekti (2003) tingginya harga saham akan mengurangi likuiditas
saham karena investor kurang mampu membeli saham tersebut. Salah satu cara yang
dilakukan emiten untuk mempertahankan agar sahamnya tetap berada dalam rentang
perdagangan yang likuid sehingga daya beli investor meningkat terutama untuk
investor kecil adalah melakukan stock
split. Peristiwa stock split
merupakan satu kejadian ekonomi yang popular dipelajari dalam transaksi saham
di pasar modal. Dampak dari stock split
adalah akan meningkatkan likuiditas saham karena jumlah lembar sahamnya
memiliki harga yang rendah, sehingga akan meningkatkan permintaan akan saham
tersebut.
Menurut Scott,
Martin, Petty dan Keown (1999) dalam Harsono (2004) ada beberapa alasan mengapa
manajer perusahaan melakukan stock split
antara lain 1) agar saham tidak terlalu mahal sehingga dapat meningkatkan jumlah
pemegang saham dan meningkatkan likuiditas perdagangan saham, 2) untuk
mengembalikan harga dan ukuran perdagangan rata-rata saham kepada kisaran yang
telah ditargetkan, 3) untuk membawa informasi mengenai kesempatan berinvestasi yang
berupa penignkatan laba dan dividen kas.
Tindakan stock split mengakibatkan jumlah saham
yang beredar bertambah sehingga para investor yang berhubungan dengan aktivitas
tersebut dapat melakaukan penyusunan kembali portofolio, investasinya.
Penyusunan kembali portofolio tidak terlepas dari pertimbangan risiko saham
yang membentuk portofolio sehingga diharapkan akan memeperoleh tingkat risiko
yang lebih kecil. Investor rasional akan memilih investasi yang mempunyai
risiko yang terkecil bila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan
tingkat return yang sama. Oleh karena
itu, tindakan stock split yang
dilakukan oleh emiten perlu dipertimbangkan oleh investor dan calon investor
dalam mengambil putusan untuk membeli atau melepas saham yang dimiliki
berdasarkan analisis mereka mengenai informasi apa yang terkandung di dalam stock split (Harsono, 2004).
Ada
dua teori utama yang mendominasi litelatur pemecahan saham adalah signalling theory dan trading range theory. Signalling theory menyatakan bahwa pemecahan saham
akan memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substansial,
sedangkan trading range theory menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh
prilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal.
Saham bisa
dikatakan liquid jika saham itu mudah
diperjualbelikan, mudah dicairkan sehingga banyak peminatnya, dan likuiditas
saham itu bisa diukur dengan frekuensi reaksi perdagangan saham di pasar modal
(Adikusuma, 1997). Likuiditas saham bisa diartikan mudahnya saham
diperjualbelikan. Semakin likuid saham suatu perusahaan, maka perusahaan akan
lebih mudah mendapatkan dana, karena investor tertarik untuk membeli saham
perusahaan. Likuiditas saham suatu perusahaan ditunjukkan oleh Trading Volume Activity.
Aktivitas stock split umumnya dilakukan pada saat harga saham dinilai terlalu
tinggi sehingga akan mengurangi kemampuan investor untuk membelinya, stock split hanya upaya untuk menarik investor untuk membeli saham yang
dipecah tersebut karena harga setelah dipecah menjadi lebih terjangkau.
Keputusan stock split merupakan kesempatan para pemegang saham yang dicapai dalam
rapat umum pemegang saham (RUPS). Emiten harus menyampaikan kepada BAPEPAM dan
diumumkan segera kepada masyarakat karena stock
split dapat mempengaruhi nilai efek
atau keputusan investasi oleh investor (Suntoro dan Subekti 2003).
Menurut teori
keuangan tradisional, stock split hanyalah
salah satu bentuk corporate action yang
sifatnya kosmetik dan administratif. Berbeda dengan corporate action lainnya, tindakan tersebut tidak terkait sama
sekali dengan kinerja dan cash flow,
sehingga praktis tidak akan merubah kekayaan perusahaan. Ketika melakukan stock split, perusahaan sama saja dengan
menerbitkan saham baru dan membagi-bagikannya kepada pemegang saham lama secara
proporsional. Sederhananya, kertas yang ada di tangan si pemegang saham hanya
akan bertambah banyak, tetapi nilai keseluruhannya tetap sama (Nuryadin, 2004).
Meskipun
secara teoritis pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis, tetapi banyaknya
peristiwa pemecahan saham di pasar modal memberikan indikasi bahwa pemecahan
saham merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal. Pemecahan saham
telah menjadi salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk membentuk
harga pasar saham perusahaan, maka dari itu, tidaklah mengherankan kalau banyak
teori dan riset empiris yang dikembangkan untuk membahas tentang praktek
pemecahan saham ke pasar modal (Marwata, 2002).
Penelitian
yang dilakukan Hendiyanto (2006) membahas reaksi pasar modal pada saat terjadi stock split pada tahun 2002 sampai 2004
dengan menggunakan variabel average
abnormal return dan cummulative
average abnormal return, menunjukkan bahwa informasi stock split merupakan
salah satu alat yang digunakan para investor dalam memilih portofolio
investasi.
Puspitaningsih
(2006) melakukan penelitian terhadap reaksi pasar dengan tentang menggunakan
uji one sample t test menunjukkan
bahwa terdapat reaksi pasar yang signifikan atas peristiwa stock split terhadap abnormal
return saham dan Trading Volume
Activity (TVA) perusahaan. Hasil analisis dengan menggunakan paired sample t test gagal membuktikan
terdapat perbedaan besarnya abnormal
return saham perusahaan periode sebelum dan sesudah peristiwa stock split. Namun dalam penelitian tersebut
mampu membuktikan terdapat perbedaan besarnya TVA perusahaan periode sebelum
dan sesudah peristiwa stock split.
Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu pada perioda penelitian. Penelitian terdahulu
menggunakan perioda jendela selama 11 hari (5 hari sebelum dan 5 hari sesudah
tanggal pengumuman), sedangkan penelitian ini menggunakan perioda jendela
selama 21 hari (10 hari sebelum pengumuman, 1 hari peristiwa, dan 10 hari
setelah pengumuman) dengan menambah perioda jendela yang lebih panjang, maka
informasi yang disampaikan oleh split akan mudah diserap oleh pasar (Indriastuti, 1998).
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar